BERITA ACEH – Mantan anggota kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengelar pertemuan bertajuk Silaturahmi dan Konsolidasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Kuta Pase bertempat di aula Hotel Lido Graha – Lhokseumawe.
Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) wilayah Kuta Pase, nama lain untuk KPA Kota Lhokseumawe Mukhtar Hanafiah alias Ableh Kandang menyebutkan, acara silaturahmi dan konsolidasi merupakan agenda tahunan yang rutin mereka laksanakan saban tahun.
“Pertemuan seperti ini selalu kita lakukan, silahturahmi KPA Kuta Pase merupakan kewajiban yang harus kita laksanakan, ini penting, untuk memelihara komunikasi dan persatuan antar sesama anggota agar tetap kompak selalu” jelas Ableh Kandang.
Dalam pertemuan tersebut, selain melakukan silaturahmi para kombatan tersebut juga membahas berbagai hal menyangkut MoU Helsinki yang di tanda tangan pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki serta kaitannya dengan realisasi dan problematikanya dilapangan.
Kegiatan Silaturahmi dan Konsolidasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Kuta Pase tersebut selain diikuti oleh ratusan mantan kombatan GAM juga dihadiri Wakil Walikota Lhokseumawe Yusuf Muhammad, Ketua DPRK Lhokseumawe Ismail Manaf, mantan Ketua DPRK Lhokseumawe M.Yasir Umar, Ketua KPA Kuta Pase Mukhtar Hanafiah, dan sejumlah petinggi KPA/GAM Kuta Pase.
Ketua panitia acara Silaturahmi dan Konsolidasi M. Yasir Umar menyebutkan pertemuan berlangsung tertib, manyoritas anggota GAM/KPA Kuta Pase yang mereka undang bisa menghadirinya .
“Kami melakukan pertemuan silaturahmi dan konsolidasian ini untuk menyatukan persepsi dan menjaga kekompakan demi terwujudnya kemaslahatan kemakmuran rakyat Aceh,” ungkap M. Yasir Umar, , Kamis 13 Agustus 2020.
Selain itu M. Yasir Umar menyebutkan, sudah 15 tahun kesepakan perdamaian yang dituangkan kedalam MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 lalu belum sepenuhnya dijalankan. Masih ada butir kesepakatan antara GAM dengan RI yang belum terlaksana, realisasinya minim dirasakan oleh masyarakat Aceh. Dia juga menambahkan, sejumlah butir kesepakatan bersama yang belum terealisasi bahkan hingga saat ini masih menjadi polimik antara pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat seperti lambang dan bendera Aceh, serta hak-hak mantan kombatan yang masih banyak terabaikan.
“Kita mengharapkan Pemerintah Indonesia agar benar-benar menjalankan komitmennya terhadap Perjanjian, dan semua butir-butir perjanjian damai, seperti masalah bendera yang sudah di qanunkan oleh Pemerintah Aceh agar bisa diterapkan, pembagian hasil Aceh, tapal batas Aceh, semoga semua persoalan itu dapat diselesaikan secepatnya,” demikian kata M. Yasir Umar. (Red)