BERITA ACEH – Kauta keberangkatan Calon Jamaah Haji (Calhaj) asal Aceh akan ditentukan oleh Pemerintah Aceh. Namun Calhaj asal Aceh mendapatkan kauta non-nasional yang diberikan Pemerintah Saudi Arabia.
Ketua Badan Legeslasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (Banleg DPRA) Azhar Abdurrah menyebutkan, DPRA sedang membahas Qanun Penyelenggaraan Dan Pengelolaan Ibdah Haji dan Umrah. Bahkan dalam Qanun itu, kauta reguler Haji yang diberikan yang diberikan oleh Pemerintah kerajaan Saudi Arabia ke Calhaj Aceh tidak dapat dialihkan ke Nasional.
“Aceh memang di istimewakan oleh Pemerintah kerajaan Saudi Arabia. Jadi tambahan kauta Jamaah Haji Aceh tidak dapat dialihkan ke Nasional, sebab setiap tahun kauta Haji Aceh bertambah,” katanya, Jumat, 25 September 2020.
Qanun Penyelenggaraan Dan Pengelolaan Ibdah Haji dan Umrah, Pemerintah Aceh harus menetapkan Kauta Haji setelah mendapatkan kepastin Kauta Pamrintah Kerajaan Saudi Arabia.
“Pembagian kauta harus mengikuti kauta regular Haji Aceh,” jelasnya.
Selain itu kata Azhar dalam Qanun itu, mamasukkan bangunan tua sebagai cagar budaya di Pulau Rubiah, Sabang, Aceh. Kondisinya memprihatinkan serta tidak terawat. Padahal situs Karantina Haji ini termewah pada masa penjajahan Belanda dan hanya ada dua di Indonesia.
“Lokasi situs sejarah Karantina Haji terletak sekitar 100 meter dari dermaga Pulau Rubiah. Begitu turun dari kapal, perjalanan dapat ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri jalanan terbuat dari semen,” paparnya.
Dia menyebutkan, bangunan masa Belanda yang dibangun tahun 1920 dan masih ada, tapi kondisinya memprihatinkan. Di antaranya ada klinik, tempat penginapan, ruang air, serta listrik.
“Di tempat inilah para jemaah haji yang pulang dari Tanah Suci menggunakan kapal laut dikarantina selama 40 hari,” jelasnya.
Penggunaan Pulau Rubiah sebagai tempat karantina berakhir ketika Jepang masuk pada 1942 silam. Seluruh bangunan berubah fungsi menjadi barak-barak tentara. Di sana, jadi markas tentara penjajah.
“Dua tahun berselang tepatnya Juli 1944, Belanda kembali ke Aceh. Kali ini, mereka datang dengan sekutu dan menyerang Pulau Rubiah. Bangunan yang sudah mereka bangun sebelumnya porak-poranda. Di sana, hanya tersisa beberapa bangunan saja,” terang Azhar.
Berpuluh tahun berselang, Pemerintah Aceh merenovasi kedua bangunan tersebut pada tahun 90an. Dulu fasilitas ini termewah. Cuma ada dua di Indonesia yaitu di Sabang (Aceh) dan Pulau Seribu (Jakarta).
“Semoga kita semua dapat kembali menghidupkan nilai sejarah yang ada dan dapat kita lestarikan,” pungkanya. (Parlementaria)